Menteri Keuangan Sri Mulyani Indwati meminta kepala daerah mengoptimalkan Dana Bagi Hasil (DBH) Cukai Tembakau.
Sri Mulyani mengatakan pemerintah setiap tahun membagikan DBH CHT kepada negara penghasil cukai dan/atau negara penghasil tembakau untuk menerapkan prinsip keadilan. Menurutnya, dana tersebut perlu digunakan secara bijak agar dapat bermanfaat bagi masyarakat.
“Dana bagi hasil ini, Bapak Bupati, sebetulnya dulu hanya lebih banyak untuk kesehatan. Sekarang bisa dipakai juga untuk membangun nonkesehatan,” katanya dalam kuliah umum di STKIP PGRI Sumenep, Kamis (2/2/2023).
Sri Mulyani mengatakan alokasi DBH CHT dapat digunakan untuk mendanai berbagai program. Program tersebut yakni peningkatan kualitas bahan baku, pembinaan industri, pembinaan lingkungan sosial, sosialisasi ketentuan di bidang cukai, dan pemberantasan barang kena cukai (BKC) ilegal.
Menurutnya, semua program tersebut harus dilaksanakan agar DBH CHT dapat dirasakan masyarakat. Misalnya soal keterlibatan pemda dalam pemberantasan BKC ilegal bersama aparat penegak hukum dan petugas Bea dan Cukai, diperlukan untuk melindungi masyarakat sekaligus meningkatkan penerimaan negara, yang pada akhirnya juga dibagihasilkan lagi kepada masyarakat.
UU 1/2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (UU HKPD) mengamanatkan alokasi DBH CHT naik dari 2% menjadi 3%. Pada tahun ini, DBH CHT yang diterima pemda akan mencapai Rp5,47 triliun atau naik 24,32% dari realisasi tahun lalu yang senilai Rp4,4 triliun.
DBH CHT diberikan untuk 25 provinsi, dengan porsi terbesar untuk Jawa Timur senilai Rp3,07 triliun atau 56,2% dari keseluruhan DBH CHT. DBH tersebut lantas dibagikan kepada 39 kabupaten/kota yang ada di provinsi tersebut.
Khusus Pulau Madura saja, Kabupaten Pamekasan memperoleh DBH CHT terbesar senilai Rp106,3 miliar, diikuti Kabupaten Sumenep Rp57,67 miliar, Kabupaten Bangkalan Rp29,2 miliar, dan Kabupaten Sampang Rp37,92 miliar.
Sri Mulyani juga menyatakan bakal memanfaatkan momentum kunjungannya ke Pulau Madura untuk mendatangi sentra produksi berbasis produk tembakau atau rokok.
“Di mana ini akan menghasilkan penerimaan dalam bentuk cukai dan cukai itu akan dibagihasilkan kepada daerah yang memproduksi, termasuk untuk Madura ini,” ujarnya.
“Kalau shock ini tidak ditahan, rakyat dan ekonomi pasti jatuh lagi, belum sembuh pandemi kena lagi dampak dari kenaikan harga,” ungkapnya.
Untuk itu, ia mengatakan pada keadaan yang tiba-tiba, tidak bisa diprediksi dan mengganggu perekonomian, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) menjadi instrumen yang harus bisa melindungi sektor pangan dan energi.
“Caranya gimana? APBN jadi shock absorber, ” imbuhnya.
Untuk itu, Sri Mulyani bercerita, di situasi genting tersebut pemerintah langsung menghadap DPR untuk menyatakan bahwa subsidi energi yang semula dianggarkan sebesar Rp 152 triliun sudah tidak bisa menahan kenaikan harga tersebut. Untuk itu, setelah berdiskusi dengan DPR disetujui bahwa alokasi subsidi energi naik tiga kali lipat menjadi Rp 555 triliun.
“Maka pemerintah menyampaikan ke DPR kita harus menahan kenaikan ini, subsidinya dinaikkan agar rakyat tidak terguncang oleh kenaikan yang luar biasa, itulah yang kita sebut APBN sebagai shock absorber, harganya berapa? Subsidi ini mencapai Rp 555 triliun,” pungkasnya.